Mobil Nasional Malaysia Perodua Laris Manis, Bisa Jadi Nomor 2 di ASEAN
Kilasotomotif.id – 🚗 Dominasi Perodua di Malaysia: Dari Laris ke Potensi No. 2 di ASEAN
Merek otomotif Malaysia, Perodua, tengah menikmati periode emas. Berdasarkan data terbaru, mereka menargetkan penjualan sekitar 359.000 unit pada akhir 2025 — dan jika tercapai, ini akan menjadi rekor baru, mengalahkan hasil tahun 2024 yang sudah mencapai 358.102 unit.
Dengan jumlah itu, Perodua tak hanya mempertahankan penguasaan pasar mobil nasional Malaysia — tetapi juga berpeluang besar melesat menjadi merek nomor dua di ASEAN, hanya di belakang raksasa global Toyota.
Keberhasilan ini terasa istimewa — mengingat Perodua fokus menjual mobil domestik, dengan ekspor relatif kecil. Dominasi di pasar lokal menjadi basis kekuatannya.
🔋 Peluncuran EV Pertama: Perodua QV-E — Taruhan Masa Depan
Salah satu faktor pendorong ekspektasi tinggi pada Perodua adalah peluncuran mobil listrik all-electric pertama mereka: Perodua QV-E. Mobil ini diperkenalkan baru-baru ini oleh perusahaan dan dianggap sebagai momentum penting menjelang penutupan tahun 2025.
QV-E diklaim menjadi kendaraan listrik domestik Malaysia — menampilkan kombinasi teknologi modern dan kendaraan ramah lingkungan. Jika respons pasar positif, QV-E bisa menjadi katalis bagi pertumbuhan Perodua, terutama saat ekosistem kendaraan listrik makin diperhatikan di kawasan Asia Tenggara.
📊 Kekuatan Perodua: Volume Produksi & Basis Pasar Stabil
Perodua bukanlah pemain baru. Sejak berdiri pada 1993 — secara resmi: Perusahaan Otomobil Kedua Sdn. Bhd. (Perodua) — mereka telah membangun reputasi sebagai produsen mobil terlaris di Malaysia.
Beberapa indikator keberhasilan:
- Produksi global mencapai angka besar: pabrik Perodua telah memproduksi jutaan unit kendaraan sejak berdiri. Baru-baru ini, mereka merayakan tonggak produksi ke-5,5 juta unit.
- Penguasaan pasar tetap kokoh: menurut data 2025 sampai Agustus, lebih dari 231.700 unit kendaraan Perodua terdaftar — jauh di atas merek pesaing di Malaysia.
- Model-model entry-level, city car, dan mobil kompak adalah favorit konsumen — dengan alasan harga terjangkau, efisiensi bahan bakar, dan kebutuhan mobilitas urban.
Dengan kekuatan volume produksi dan kedekatan dengan konsumen lokal, Perodua punya pijakan kuat jika ingin memperluas pengaruhnya di kawasan — termasuk di negara-negara ASEAN lain.
🎯 Strategi Perluasan: Dari Mobil Kompak, EV, hingga Mobil Nasional Berkelas
Perodua tampak memahami bahwa mempertahankan dominasi memerlukan adaptasi terhadap tren. Peluncuran QV-E menunjukkan bahwa mereka tak hanya mengandalkan mobil konvensional — tetapi juga merespons perubahan preferensi global ke arah kendaraan listrik dan rendah emisi.
Selain itu, portofolio model mereka mencakup berbagai segmen:
- City car / kompak / entry-level — ideal untuk konsumen urban atau pengguna pertama mobil.
- SUV / MPV atas permintaan pasar SUV dan kendaraan keluarga — memberi fleksibilitas sesuai selera dan kebutuhan konsumen.
- Kendaraan hemat energi — baik dari sisi bahan bakar maupun dalam bentuk EV (seperti QV-E), menunjang mobilitas berkelanjutan.
Dengan rentang produk yang luas dan kemampuan adaptasi, Perodua tampak siap memanfaatkan peluang besar — baik di Malaysia maupun potensi ekspansi regional.
🌐 Implikasi bagi Pasar ASEAN & Konsumen Indonesia
Kenaikan posisi Perodua ke peringkat dua ASEAN bisa membawa beberapa dampak penting:
- Persaingan harga dan nilai: Merek yang dulu identik sebagai mobil murah bisa meningkatkan standar kualitas — menekan harga di kelas bawah/menengah, sambil memastikan layanan purna jual, komponen, dan teknologi bersaing.
- Alternatif bagi konsumen yang mencari mobil ekonomis atau EV: Terutama bagi pasar negara berkembang dengan kebutuhan mobilitas urban — Perodua bisa menjadi pilihan menarik terutama if they expand export.
- Dorongan bagi produsen lain untuk berkembang: Kesuksesan Perodua bisa menjadi inspirasi bagi produsen dari negara lain — termasuk Indonesia — untuk meningkatkan produksi, riset EV, dan adaptasi pasar.
- Peluang kerja sama antar-negara ASEAN: Jika Perodua memperluas distribusi, bisa membuka pasar regional, ekspor komponen, dan industri otomotif yang lebih terpadu di ASEAN.
Bagi konsumen di Indonesia, ini bisa menambah opsi mobil — terutama jika Perodua memutuskan ekspor ke luar Malaysia, atau jika model-model baru dari mereka tersedia lewat importir umum.
✅ Tantangan di Depan: Dari Infrastruktur Hingga Ekspektasi Global
Meski prospek cemerlang, Perodua tetap menghadapi sejumlah tantangan:
- Infrastruktur EV di negara tujuan ekspor — mobil listrik seperti QV-E butuh dukungan stasiun pengisian, regulasi, dan layanan aftersales yang memadai. Tanpa itu, adopsi EV bisa terhambat.
- Persaingan ketat dengan merek global — merek besar dengan reputasi internasional (seperti Toyota, Honda, atau merek Eropa) tetap menjadi pesaing berat bila Perodua perlu menembus pasar luar Malaysia.
- Standar kualitas & regulasi internasional — untuk ekspor ke negara lain, termasuk Indonesia, ada regulasi keselamatan, emisi, dan homologasi yang harus dipenuhi.
- Ekspektasi konsumen terhadap durabilitas & layanan purna jual — untuk membangun kepercayaan, Perodua perlu memperkuat jaringan servis, suku cadang, dan aftersales.
Jika mampu menjawab tantangan-tantangan ini, Perodua memiliki peluang besar untuk tidak hanya mendominasi pasar Malaysia, tetapi juga bermain secara regional.
📝 Kesimpulan
Perodua tampak tidak sekadar menikmati kesuksesan sekarang — tetapi menyiapkan diri untuk lompatan besar. Dengan penjualan yang melesat, peluncuran EV, dan portofolio model luas, merek ini berada di jalur menuju posisi nomor dua di ASEAN.
Bagi konsumen dan industri otomotif kawasan, hal ini membuka kemungkinan baru: mobil lebih terjangkau, kendaraan listrik lokal, dan persaingan yang lebih sehat bagi kualitas. Namun, kesuksesan jangka panjang akan sangat bergantung pada strategi ekspor, adaptasi terhadap regulasi, dan kemampuan membangun kepercayaan global.
Menjelang akhir 2025 — saat target 359.000 unit akan dihitung — dunia otomotif Asia Tenggara dipantau dengan saksama: akankah Perodua benar-benar menancapkan kuku di posisi atas — atau hanya sekadar fenomena musiman?

