Kendaraan listrikKomunitasMobilNasionalNiagaViral

BYD Indonesia Harap Insentif Mobil Listrik Dilanjutkan di 2026

Kilasotomotif.idPT BYD Motor Indonesia (BYD Indonesia) mengungkapkan harapannya agar program insentif mobil listrik yang saat ini berlaku di Tanah Air dapat dilanjutkan pada tahun 2026, seiring dengan masa transisi industri kendaraan listrik yang masih terus berkembang. Harapan ini disampaikan oleh Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia, Eagle Zhao, dalam sebuah media gathering di Sentul, Bogor, pada 11 Desember 2025.

Insentif yang dimaksud adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10 persen yang diberikan kepada pembeli kendaraan listrik (BEV) yang diproduksi secara lokal dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal tertentu. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025 yang berlaku sepanjang tahun 2025.

Latar Belakang Insentif dan Dampaknya

Sejak diberlakukan pada 4 Februari 2025, insentif PPN DTP untuk mobil BEV menunjukkan dampak positif dalam pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Indonesia. Insentif ini menurunkan biaya kepemilikan kendaraan listrik bagi konsumen domestik, karena sebagian dari beban pajak dipikul oleh pemerintah. Hal ini dianggap membantu mempercepat adopsi mobil listrik, terutama di segmen penumpang dan SUV listrik.

Eagle Zhao mengatakan bahwa dukungan insentif tersebut sangat membantu pencapaian BYD dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, program ini telah menjadi salah satu faktor kunci yang mendorong kenaikan penjualan dan peningkatan pangsa pasar kendaraan listrik di Indonesia.

BYD sendiri mengklaim bahwa Indonesia menjadi salah satu pasar dengan pertumbuhan kendaraan listrik tercepat di Asia Tenggara, dengan peningkatan pangsa pasar kendaraan listrik murni dari sekitar 2 persen menjadi lebih dari 12 persen dalam dua hingga tiga tahun terakhir.

Harapan Perpanjangan Insentif Tahun Depan

Meski insentif PPN DTP masih berlaku sampai 31 Desember 2025, masa berlakunya akan berakhir pada akhir tahun. Ke depan, menurut peraturan yang ada, insentif untuk mobil listrik impor secara utuh (CBU) tidak lagi diberikan setelah masa berakhir, kecuali kendaraan yang diproduksi secara lokal dengan TKDN tertentu.

Oleh karena itu, BYD berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kelanjutan program insentif PPN DTP atau skema dukungan lainnya untuk kendaraan listrik yang mulai diproduksi secara lokal di Indonesia. Eagle menyatakan, untuk memulai produksi lokal BEV, mereka masih membutuhkan waktu dan dukungan kebijakan agar transisi dari kendaraan impor menjadi kendaraan rakitan dalam negeri dapat berjalan lancar.

Menurut Eagle, proses produksi lokal ini tidak bisa dilaksanakan secara instan, karena memerlukan investasi besar, pembentukan jaringan supply chain lokal, serta pelatihan tenaga kerja manufaktur otomotif untuk memenuhi standar produksi yang kompetitif di pasar global.

BYD dijadwalkan akan mulai produksi lokal kendaraan listrik di fasilitasnya di Subang, Jawa Barat, pada kuartal pertama 2026, dengan kapasitas yang signifikan dan harapan dapat menyerap ribuan tenaga kerja di sektor industri otomotif.

Tantangan dan Regulasi Baru

Sementara itu, pemerintah Indonesia sendiri telah menegaskan bahwa insentif impor CBU kendaraan listrik tidak akan berlanjut di tahun 2026. Dengan demikian, produsen yang ingin menikmati dukungan insentif harus memenuhi kewajiban produksi lokal yang lebih ketat, termasuk rasio produksi CKD (Completely Knocked Down) yang sebanding dengan jumlah unit impor yang telah dijual.

Kebijakan tersebut bertujuan mempercepat pemindahan basis produksi dari impor ke dalam negeri, sekaligus mendorong peningkatan TKDN secara bertahap, dengan target minimal 40 persen pada tahun pertama produksi lokal, kemudian meningkat hingga 60 persen pada tahun berikutnya dan bahkan 80 persen di tahun-tahun selanjutnya.

Regulasi ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat manufaktur kendaraan listrik di Asia Tenggara, yang akan memperkuat posisi industri otomotif Tanah Air dengan menciptakan ekosistem komponen dan teknologi otomotif listrik yang kompetitif.

Opini Industri dan Pelaku Pasar

Di tengah diskusi seputar kelanjutan insentif, beberapa pakar otomotif berargumen bahwa insentif impor CBU yang sudah berjalan selama 2024–2025 telah berhasil “menguji pasar” dan mendorong peningkatan permintaan mobil listrik di segmen konsumen domestik. Menurut pengamat industri, langkah ini membantu pemasok dan pabrikan memahami perilaku pembeli sebelum beralih ke produksi lokal secara penuh.

Namun, keputusan pemerintah untuk tidak melanjutkan insentif bagi impor CBU pada 2026 juga dinilai wajar dari sisi kebijakan industri, karena bertujuan memperkuat basis manufaktur domestik. Produsen seperti BYD pun perlu mempercepat realisasi fasilitas produksi lokal mereka agar tetap mendapatkan skema dukungan yang berlaku.

Dampak bagi Konsumen

Kelanjutan atau tidaknya insentif juga memiliki implikasi terhadap harga jual kendaraan listrik di pasar domestik. Tanpa insentif fiskal seperti PPN DTP, harga mobil listrik diperkirakan bisa mengalami kenaikan signifikan, sehingga berdampak pada daya tarik konsumen yang hingga kini masih sensitif terhadap selisih harga dibandingkan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil.

Ketiadaan insentif fiskal dapat menjadi tantangan tersendiri dalam upaya memperluas adopsi kendaraan listrik nasional, terutama di segmen harga menengah ke bawah. Hal ini mendorong produsen dan pemerintah untuk mencari solusi kebijakan lain yang dapat menjaga momentum pertumbuhan pasar EV di Indonesia.

Prospek Produksi dan Investasi BYD Indonesia

BYD diketahui telah berinvestasi besar di Indonesia melalui pembangunan fasilitas produksi kendaraan listrik di Subang, yang diperkirakan akan memiliki kapasitas tahunan yang signifikan untuk memasok pasar domestik maupun kemungkinan ekspor regional.

Dengan fasilitas produksi tersebut, BYD berharap dapat menciptakan rangkaian kendaraan listrik yang kompetitif secara harga dan teknologi, sekaligus memberi kontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan ekosistem industri lokal, termasuk pemasok komponen dan industri pendukung lainnya.

Meski demikian, semua upaya tersebut memerlukan waktu dan dukungan kebijakan publik yang konsisten, termasuk kelanjutan insentif fiskal seperti PPN DTP agar fase transisi dari impor ke produksi lokal menjadi lebih mulus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *